- HMTP Unmul Dorong Generasi Muda Kenali Dunia Tambang Lewat MSW 7.0
- Komisi I Dorong Solusi Transisi Honorer
- Pansus PPPLH Serap Masukan Dunia Usaha
- Perubahan APBD 2025 Disahkan Pada Rapat Paripurna Ke 39
- DPRD Kaltim Dorong Kepastian Status Tenaga Honorer Non-Database
- DPRD Kaltim Dukung Percepatan Perbaikan Jalan Nasional di Berau
- DPRD Kaltim Soroti Pemangkasan DBH Rp4,6 Triliun
- DPRD Kaltim Minta Siswa Berani Laporkan Makanan MBG Bermasalah
- Ketua DPRD Kaltim Sambangi Kejati, Bantah Terkait Kasus DBON
- DPRD Kaltim Desak Solusi Tarif Retribusi GOR Kadrie Oening
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular: Penyebab Terbanyak Kematian

Keterangan Gambar : Ilustrasi
Penyakit menular dan tidak menular masih menjadi pokok permasalahan bagi masyarakat Indonesia, termasuk penyebab utama kematian.
Penyakit Menular
Baca Lainnya :
- Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak Sita Perhatian DPRD Kutim0
- DPRD Kutim Siap Mengawal Anggaran Program MYC yang Capai 1,3 Triliun0
- Dewan Dorong Pengembangan Budidaya Maggot, Sebut Menjanjikan0
- Cek Progres, Komisi B DPRD Kutim Bakal Meninjau Proyek MYC0
- Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular : Penyebab Terbanyak Kematian0
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat. Penyakit menuular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu Host, agent, dan environment. Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi (epidemiologi triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agent pada satu sisi, host pada sisi lain sedangkan environment sebagai penumpunya.
Menurut WHO Penyakit menular, termasuk HIV/AIDS, tuberkulosis (TB), malaria, virus hepatitis, infeksi menular seksual dan penyakit tropis terabaikan (NTDs), merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara-negara berpendapatan rendah dan populasi yang terpinggirkan. HIV terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang utama, sejauh ini telah merenggut 36,3 juta jiwa. 1,5 juta orang meninggal karena TBC setiap tahun – menjadikannya penyakit menular pembunuh terbesar kedua di dunia setelah Covid-19. Anak-anak berusia di bawah 5 tahun menyumbang 77% (487.000) dari seluruh kematian akibat malaria di seluruh dunia pada tahun 2020.
Pada tahun yang sama, lebih dari 1 miliar orang dirawat untuk setidaknya 1 dari lima NTD yang dapat dicegah, dikendalikan, dan dihilangkan. COVID-19 semakin membalikkan kemajuan yang dicapai melalui perjuangan keras melawan penyakit-penyakit ini. Selain tingginya proporsi kematian dan penderitaan yang diakibatkannya, penyakit menular menghambat pembangunan sosial dan ekonomi serta dapat menimbulkan ancaman signifikan terhadap keamanan kesehatan internasional, seperti yang diilustrasikan oleh pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung. Mengingat tingginya beban penyakit menular, SDGs memasukkan target khusus untuk mengakhiri epidemi AIDS, TBC, malaria dan NTD serta memerangi hepatitis dan penyakit menular lainnya.
Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak ditularkan atau ditransmisikan kepada orang lain dengan bentuk kontak apapun. Meskipun tidak menular, penyakit tidak menular dianggap berbahaya dan merupakan ancaman utama bagi kesehata manusia saat ini. Terutama penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, dan penyakit pernapasan kronis – merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Penyakit-penyakit tersebut mewakili 7 dari 10 penyebab utama kematian yang setara dengan 74% dari seluruh kematian secara global.
Hal ini mencakup lebih dari 15 juta orang yang meninggal sebelum waktunya setiap tahun akibat penyakit tidak menular utama antara usia 30 dan 69 tahun; 85% kematian dini terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Hanya 6% negara yang berada pada jalur untuk mencapai target SDG 3.4 terkait. PTM menghambat pembangunan sosial dan ekonomi serta dapat menimbulkan ancaman signifikan terhadap keamanan kesehatan internasional, seperti yang digambarkan oleh meningkatnya angka kematian dan gangguan sistem kesehatan selama pandemi COVID-19. Kepemimpinan global, peningkatan bantuan teknis, penelitian dan inovasi, penguatan layanan kesehatan primer dan dimasukkannya NCD ke dalam Cakupan Kesehatan Universal akan sangat penting untuk mencapai target SDG dan untuk mencapai 9 target NCD sukarela global pada tahun 2025.
Jumlah Kematian di Indonesia Berdasarkan Penyebabnya (2017-2022)
No. | Nama Data |
| Nilai |
1 | Penyakit tak menular |
| 7.039.142 |
2 | Penyakit menular |
| 231.724 |
3 | Kecelakaan lalin |
| 131.993 |
4 | Kecelakaan lainnya |
| 95.682 |
5 | Keracunan |
| 13.005 |
6 | Lainnya |
| 565.980 |
7 | Total kematian |
| 8.077.525 |
Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun jumlah kematian berdasarkan penyebabnya. Data ini dihimpun sejak 1 Januari 2017 hingga 2020/2022, saat long form sensus penduduk dilakukan. Dalam periode tiga dekade terakhir, telah terjadi perubahan beban penyakit dari penyakit menular ke Penyakit Tidak Menular (PTM). PTM menyebabkan kematian pada sekitar 41 juta orang setiap tahunnya, angka ini setara dengan 74% dari seluruh penyebab kematian di dunia. Sekitar 17 juta orang meninggal sebelum usia 70 tahun akibat PTM dan 86% kematian dini tersebut terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah (low- and middle-income countries).
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular yang menyebabkan angka kematian tertinggi yakni sekitar 17,9 juta kematian setiap tahunnya, diikuti dengan kanker (9,3 juta kematian), penyakit pernapasan kronik (4,1 juta kematian) dan diabetes (2 juta kematian termasuk penyakit ginjal kronik akibat diabetes). Keempat penyakit tersebut menyebabkan sekitar 80% kematian dini akibat PTM (WHO, 2022)
Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang dapat menular melalui udara, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar ketika orang yang sakit TBC mengeluarkan bakteri ke dalamnya udara (misalnya dengan batuk). TBC biasanya menyerang paru-paru (TB paru) namun dapat juga mengenai tempat lain (TB luar paru).
Berdasarkaan data Global TB Report, terjadi penurunan capaian penemuan dan pengobatan TBC secara global, yang semula dapat ditemukan sebanyak 7,1 juta pada tahun 2019 dengan angka notifikasi 71%, menjadi hanya 5,8 juta pada tahun 2020 dengan angka notifikasi 58,59%. Sudah terjadi peningkatan capaian pada tahun 2021, dengan penemuan dan pengobatan TBC sebanyak 6,4 juta kasus dan angka notifikasi menjadi 60,38%.
Dari laporan Tim Kerja Tuberkulosis tanggal 3 Juli 2023 mengenai cakupan penemuan dan pengobatan Kasus TB per Provinsi Semester I Tahun 2023 menunjukan bahwa :
1. Terdapat 4 provinsi dengan capaian melebihi target indikator semester I sebesar 45%, yaitu Provinsi Jawa Barat (51,41%), Jawa Tengah (51,09%),DKI Jakarta (48,95%) dan Provinsi Banten (45,55%).
2. b. Terdapat 4 Provinsi dengan beban kasus tinggi tapi belum mencapai target indikator yakni Provinsi Jawa Timur (42,54%), Sulawesi Selatan (26,60%), Sumatera Utara (24,82%) dan Provinsi Sumatera Selatan (23,13%).
3. Terdapat 3 Provinsi yang paling rendah capaiannya yakni Provinsi Kepulauan Riau (19,98%), Bengkulu (19,97%) dan Nusa Tenggara Timur (19,87%).
Strategi Yang Sudah Dijalankan
Strategi yang sudah dijalankan untuk mengatasi permasalahan penyakit tersebut yaitu melakukan pertemuan program, melakukan deteksi dini TB, melakukan penyuluhan, melakukan advokasi dengan stakeholder terkait, melakukan monitoring dan evaluasi, serta melakukan Imunisasi.
Tantangan Atau Kendala Yang Dihadapi
Tantangan atau kendala yang dihadapi diantaranya :
1. Keengganan kontak untuk melalukan pemeriksaan dahak dan minum obat profilaksis
2. stigma TB masih ada
3. masih melakukan pengobatan tradisional
4. Dari aspek SDM, masih perlu ditingkatkan kemampuan manajemen program untuk perencanaan dan layanan
5. Dari aspek logistic, keterbatasan OAT, PP INH, tuberculin test dan peralatan TCM yang belum merata di seluruh wilayah kecamatan
6. Dari aspek sarana, masih banyak layanan yang bangunan dan infrastrukturnya belum siap untuk melakukan pemeriksaan TCM dan layanan untuk TB Resisten yang telah dialihkan ke puskesmas
7. Dari segi pembiayaan juga harus menjadi perhatian sehingga bisa membiayai kegiatan yang sudah direncanakan
Upaya Menuju Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia
Upaya menuju eliminasi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2030 seperti yang telah diamanatkan dalam RPJMN 2020-2024 dan Strategi Pembangunan Kesehatan Nasional 2020-2024 akan dicapai dengan penerapan enam strategi, yakni:
1. Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis 2030
2. Peningkatan akses layanan Tuberkulosis bermutu dan berpihak pada pasien
3. Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan
4. pencegahan Tuberkulosis dan pengendalian infeksi
5. Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana Tuberkulosis
6. Peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisektor lainnya dalam eliminasi Tuberkulosis
7. Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan
Peluang untuk mencapai eliminasi
Peluang untuk mencapai eliminasi semakin terbuka di era digital saat ini, pelaporan terpadu SITB, dibentuknya Whats App Group untuk komunikasi antar layanan dan pengelola, terdistribusinya alat Tes Cepat Molekular di setiap kabupaten sangat membantu untuk notifikasi kasus, temuan kasus resisten obat, komunikasi antar layanan untuk memberi informasi dan konsultasi. Perluasan skrining TB pada kasus stunting, HIV, DM selain investigasi kontak serumah. Termasuk juga pencarian kasus secara aktif di kegiatan UKM seperti posyandu, UKS, posbindu, posyandu lansia. Distribusi OAT untuk sensitive dan resisten obat telah tersedia di kabupaten.
Selain itu, dibuatkan aplikasi SOBAT TB yang berisi informasi tentang TB dan skrining mandiri TB Paru dan layanan yang tersedia. Perluasan pemberian Terapi Pencegahan TB pada semua golongan umur. Bantuan sosial dari Kementerian Sosial bagi penderita TB untuk menjadi Peserta Keluarga Harapan, tersedianya dana bantuan transportasi bagi penderita TB Resisten Obat. Dan yang terbaru tahun ini adalah akan dilakukan skrining TB dengan X Ray Artificial Intelligence dengan hasil diagnosis yang lebih cepat dan lebih efisien, yang alatnya sedang dalam pengadaan Kementerian Kesehatan.
Hubungan Penyakit Tuberkulosis dengan Kesehatan Lingkungan
Hubungan lingkungan fisik dengan keberadaan Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu suhu, kelembaban dan pencahayaan. Secara umum sifat bakteri TBC adalah tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4 ͦ C sampai minus 70 ͦ C. Sehingga dengan adanya paparan langsung dari sinar ultraviolet, sebagian besar bakteri akan mati dalam waktu beberapa menit. Percikan dahak dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Kelembaban di atas 60% dapat membuat bakteri TBC bertahan hidup selama beberapa jam dan dapat menginfeksi penghuni rumah.
Cahaya matahari mempunyai daya untuk membunuh bakteri tuberkulosis minimal 60 lux. Ventilasi memiliki fungsi untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Jadi sangat penting untuk menjaga lingkungan yang sehat agar dapat cegah penularan tuberkulosis. Dengan memperhatikan aspek suhu, kelembaban dan pencahayaan, kita bisa meminimalisir penyebarannya.
Artikel ditulis oleh Muhammad Al Fajar dan Miftakhul Khasanah Mahasiswa Jurusan S1 Kesehatan Lingkungan Tahun 2023/2024, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT)